Di jantung Athena, kota yang berdenyut dengan kehidupan, di mana manusia berpakaian toga dan sandal berlalu lalang, seorang pria mendekati sosok yang duduk tenang di bawah rindangnya pohon zaitun. Sosok itu tak lain adalah Socrates, filsuf terkenal yang namanya menjadi legenda di seluruh penjuru Hellas.
Pria itu terlihat gelisah berdiri di hadapan Socrates. Wajahnya penuh dengan keraguan.
"Wahai Socrates yang bijaksana," ucapnya dengan suara rendah.
"Aku bingung. Hidup ini seperti lautan tanpa ujung. Aku terombang-ambing oleh gelombang keinginan dan ketakutan. Aku mencari makna, tujuan hidupku."
Socrates tersenyum kecil, mata bijaksananya menatap dalam ke jiwa pria itu.
"Pertanyaanmu wahai teman, adalah pertanyaan tertua yang pernah diajukan manusia. Kita semua, dalam satu titik dalam hidup, mencari arti keberadaan," jawabnya lembut.
Pria itu mengangguk, matanya berbinar dengan harapan.
"Lalu apa jawabannya, Socrates?" tanyanya dengan penuh harap.
Socrates tidak langsung menjawab. Ia terdiam sejenak, seolah-olah merenung.
Kemudian, dengan suara pelan, ia berkata, "Jawaban tidak terletak pada jawaban itu sendiri, melainkan pada perjalanan mencari jawaban. Hidup adalah pertanyaan yang terus bergulir, dan setiap jawaban hanya membuka pintu menuju pertanyaan berikutnya."
Pria itu mengerutkan kening, bingung. "Aku tidak mengerti," ucapnya.
Socrates tersenyum lagi. "Bayangkan wahai teman, hidup sebagai sebuah perjalanan. Kamu adalah penjelajah yang mencari harta karun. Harta karun itu bukanlah emas atau permata, melainkan pemahaman tentang dirimu sendiri dan dunia di sekitarmu."
"Setiap pengalaman, setiap pertemuan, setiap tantangan adalah petunjuk dalam perjalananmu. Jangan terpaku pada tujuan akhir, nikmatilah perjalanan itu sendiri. Karena dalam setiap langkah, kamu menemukan bagian dari dirimu yang sebelumnya tersembunyi."
Pria itu terdiam, merenungkan kata-kata Socrates. Ada kedalaman yang tak terduga dalam setiap kalimat yang diucapkan oleh filsuf tua itu.
"Tapi, bagaimana aku tahu jika aku berjalan ke arah yang benar?" tanyanya.
"Itulah keindahan hidup, wahai teman. Tidak ada peta yang pasti. Jalan yang benar adalah jalan yang kamu pilih. Yang penting adalah kamu berjalan dengan penuh kesadaran dan keberanian. Dan ingat, kesalahan adalah bagian dari perjalanan. Dari kesalahan, kita belajar dan tumbuh," jawab Socrates.
Pria itu merasa pikirannya terbuka. Dia melihat hidupnya dalam perspektif yang berbeda. Tidak lagi sebagai lautan tanpa ujung, tetapi sebagai sebuah petualangan yang penuh dengan kemungkinan.
"Terima kasih, Socrates," ucapnya dengan tulus. "Kata-katamu telah memberikan cahaya dalam kegelapanku."
Socrates tersenyum. "Teruslah bertanya, teruslah mencari," ujarnya.
"Dan ingat, kebijaksanaan sejati bukan tentang memiliki semua jawaban, tetapi tentang kemampuan untuk bertanya dengan benar."
Ketika matahari mulai terbenam, mewarnai langit dengan warna-warna hangat, pria itu meninggalkan Socrates dengan hati yang lebih tenang. Dia berjalan meninggalkan tempat itu, langkahnya lebih ringan, jiwanya lebih terarah.
Socrates, dengan senyum puas kembali menatap langit, merenungkan percakapan yang baru saja terjadi, menyadari bahwa setiap pertemuan adalah kesempatan untuk menabur benih kebijaksanaan.