Jejak Cinta di Pantai Senja

Jejak Cinta di Pantai Senja

Pantai di ujung desa ini selalu menyimpan sejuta cerita. Di sinilah mereka, Raka dan Dinda, memulai kisah yang tak pernah mereka duga akan begitu membekas di hati. 

Matahari mulai tenggelam, meninggalkan jejak-jejak keemasan di permukaan air laut yang tenang. Ombak kecil sesekali mencium kaki mereka yang tak beralas, seolah mengingatkan bahwa kebahagiaan itu sederhana.

Raka menggenggam tangan Dinda erat, seolah tak ingin melepaskannya walau sejenak. Mereka berjalan menyusuri pantai, meninggalkan jejak kaki yang mungkin esok akan terhapus oleh deburan ombak. Tak banyak kata yang terucap di antara mereka, namun kebisuan itu berbicara lebih dari ribuan kata.

Dinda menatap Raka dengan mata berbinar. “Kamu tahu, aku selalu bermimpi tentang momen seperti ini,” katanya pelan, nyaris berbisik. 

Raka tersenyum, senyum yang selalu membuat hati Dinda berdebar tak karuan. “Aku juga, Din. Aku juga,” balas Raka sambil menyibak rambut Dinda yang tertiup angin.

Hari itu bukanlah hari biasa. Ada keajaiban yang menyelimuti mereka, sesuatu yang membuat segalanya terasa begitu sempurna. 

Dinda tak pernah menyangka bahwa Raka, teman masa kecilnya yang kini menjadi pria dewasa yang penuh perhatian, akan kembali ke desa setelah bertahun-tahun mengadu nasib di kota besar. Mereka bertemu lagi dalam sebuah reuni kecil yang diadakan oleh teman-teman sekolah dulu, dan dari situlah semuanya bermula.

Selama bertahun-tahun, Dinda selalu menyimpan perasaan untuk Raka. Namun, jarak dan waktu memisahkan mereka, membuat harapan itu kian memudar. Hingga akhirnya, takdir mempertemukan mereka lagi di pantai yang penuh kenangan ini. Raka pun merasakan hal yang sama, perasaan yang dulu ia coba kubur dalam-dalam kini kembali menguap ke permukaan.

di bawah pohon kelapa yang rindang

Mereka berhenti di bawah pohon kelapa yang rindang, menghadap laut lepas. “Raka, apa yang membuatmu kembali ke desa?” tanya Dinda, mencoba mencari tahu alasan di balik kepulangan Raka. 

Raka menarik napas panjang, seolah mengumpulkan keberanian untuk menjawab. “Aku sadar, di tengah hingar-bingar kota, ada sesuatu yang hilang dalam hidupku. Sesuatu yang tak bisa digantikan oleh gemerlap lampu atau kesibukan pekerjaan,” jawabnya sambil menatap dalam-dalam mata Dinda.

Dinda merasa hatinya bergetar mendengar jawaban Raka. “Dan kamu menemukan apa yang hilang itu di sini?” tanyanya lagi. 

Raka mengangguk pelan, “Iya, Din. Aku menemukannya di sini, dalam dirimu. Selama ini, aku selalu merindukan kebersamaan kita, kenangan masa kecil, dan perasaan nyaman yang hanya bisa kurasakan bersamamu.”

Air mata Dinda mulai menggenang, namun ia berusaha menahannya. Ia tak ingin momen indah ini diwarnai oleh tangis. 

“Raka, aku juga merasakan hal yang sama. Tapi aku takut, aku takut bahwa semua ini hanya sementara, bahwa kamu akan pergi lagi dan meninggalkanku dengan kenangan yang lebih menyakitkan,” ungkapnya dengan suara bergetar.

Raka mendekat, meraih kedua tangan Dinda dan menggenggamnya erat. “Dinda, aku berjanji, kali ini aku tidak akan pergi. Aku sudah cukup lama mencari arti kebahagiaan, dan aku menemukannya di sini, bersamamu. Aku ingin kita menjalani semua ini bersama, melewati setiap badai dan ombak yang menghadang.”

Dinda menatap Raka dengan penuh harap. Di dalam hati, ia tahu bahwa inilah saatnya untuk percaya, untuk memberi kesempatan pada cinta yang telah lama terpendam. 

“Baiklah, Raka. Aku akan percaya padamu. Kita akan menghadapi semuanya bersama,” katanya dengan senyum yang kembali mengembang di wajahnya.

Mereka kemudian melanjutkan langkah, meninggalkan jejak baru di pantai yang sepi. Di bawah langit senja yang mulai gelap, cinta mereka kembali bersemi, seperti bunga yang mekar setelah lama terpendam di musim dingin. 

Kini, mereka siap menjalani hari-hari baru dengan penuh cinta dan harapan, di pantai yang menjadi saksi bisu kisah indah mereka.

image source

Lebih baru Lebih lama