Perjanjian Darah


Evelyn, seorang kartografer tua, memegang peta kuno Vojvodina dengan tangan gemetar. Peta itu bukan seperti peta biasa. Alih-alih gambar desa dan sungai, peta itu dipenuhi dengan goresan berliku yang tampak seperti pembuluh darah dan simbol-simbol aneh yang menyerupai mata dan cakar. 

Cahaya keemasan yang memancar dari perapian membuat goresan dan simbol itu berdenyut-denyut dengan cahaya merah samar, seolah seperti darah mengalir di dalam urat. 

Evelyn telah menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk menguraikan rahasia peta tersebut. Menurut legenda, peta itu adalah kunci untuk menemukan sumber keabadian yang tersembunyi di suatu tempat di pegunungan Vojvodina. 

Namun konon ada harga yang harus dibayar untuk mendapatkan kehidupan abadi itu: perjanjian darah dengan makhluk kegelapan yang tinggal di balik pegunungan.

Evelyn terobsesi dengan ide menemukan sumber keabadian itu. Wajahnya yang keriput dan tubuhnya yang bungkuk adalah bukti dari bertahun-tahun mengejar pengetahuan terlarang. Dia percaya bahwa sumber keabadian itu dapat menyelamatkan desanya dari wabah mematikan yang sedang melanda.

Dengan menggenggam peta tersebut, Evelyn bergumam pada dirinya sendiri dalam bahasa tua yang hampir terlupakan. Ruangan itu dipenuhi dengan desisan dingin dan bau belerang saat dia melafalkan kata-kata perjanjian itu. Perabotan di dalam ruangan bergetar, dan bayangan mengerikan menari-nari di dinding.

Tiba-tiba, peta itu bersinar lebih terang, simbol-simbol bergerak dan berbentuk menjadi sebuah portal bercahaya berdarah. Evelyn terbatuk-batuk terperanjat ketika suara berat bergema dari portal tersebut. Suara itu menawarinya keabadian dengan syarat menyerahkan jiwa desanya.

Evelyn gamang. Dia ingin menyelamatkan desanya, tetapi dia juga tergoda oleh prospek hidup selamanya. Dia memejamkan mata dan mengambil napas dalam-dalam. Keputusan yang diambilnya akan menentukan nasib banyak orang. 

Keputusan terkutuk itu terucap dari bibir Evelyn yang kering. "Baiklah," bisiknya, suaranya nyaris tak terdengar. "Aku setuju."

Portal bercahaya darah itu melebar, hembusan angin dingin yang menusuk tulang mendesak Evelyn untuk melangkah masuk. Pergulatan batin berkecamuk hebat di dadanya. Dia memejamkan mata, membayangkan wajah-wajah penduduk desa yang pucat dan tersiksa akibat wabah. Keputusasaan mereka seolah berbisik di telinganya.

Dengan langkah gontai, Evelyn melangkah memasuki portal. Dunia di sekitarnya berputar, cahaya keemasan yang remang digantikan oleh kegelapan pekat. Bau busuk belerang menusuk hidungnya. Ketika membuka mata, Evelyn mendapati dirinya berada di gua yang luas, dinding-dindingnya berlumuran lumut bercahaya redup.

Di tengah gua, berdiri sosok jangkung berjubah hitam. Kepalanya tersembunyi di balik tudung, tak nampak wujud aslinya. Suaranya yang berat menggema di seluruh gua. "Evelyn," ucapnya, "kau telah membuat keputusan yang berat."

sosok jangkung berjubah hitam

Evelyn menegakkan badannya, berusaha menyembunyikan rasa gentar yang menjalar di sekujur tubuhnya. "Aku melakukan ini untuk menyelamatkan desaku."

Makhluk itu tertawa, suaranya parau dan mengerikan. "Kau naif, Evelyn. Keabadian datang dengan harga. Desamu akan diselamatkan dari wabah, tapi dengan imbalan lain."

Evelyn mengerutkan kening. "Imbalan apa?"

Makhluk itu melangkah mendekat, jubahnya menyapu lantai gua. "Setiap tahun, satu jiwa dari desa akan diambil sebagai tumbal. Mereka akan menjadi tumbal untuk memperpanjang umur penduduk desa lainnya."

Evelyn terhuyung mundur. Darah berdesir dingin di sekujur tubuhnya. Dia baru saja menyelamatkan desanya dari kematian, tapi dengan mengutuk mereka pada siklus kematian yang lain.

"Tidak!" teriak Evelyn histeris. "Itu bukan yang kumau!"

Makhluk itu kembali tertawa, tawanya bergema mengerikan di seluruh gua. "Sudah terlambat, Evelyn. Kau telah terikat dengan perjanjian darah. Engkau tak bisa membatalkannya."

Evelyn terjatuh berlutut, peta tua Vojvodina terjatuh dari genggamannya. Dia telah berhasil menemukan sumber keabadian, tapi dengan mengorbankan jiwa-jiwa yang tak bersalah. 

Di kegelapan gua yang sunyi, Evelyn menangis tersedu, penyesalan pahit membakar hatinya. Dia telah menyelamatkan desanya, tapi dengan kutukan yang akan menghantui mereka selamanya.

Lebih baru Lebih lama