Di Batas Cahaya dan Bayangan

malaikat dan iblis

Dalam keheningan malam yang dihiasi oleh semburat merah api neraka dan gemerlap cahaya surgawi, mereka bertemu.

 

Tidak ada puisi yang cukup indah untuk menggambarkan kontras ini: Nyala, seorang malaikat dengan sayap seputih salju, dan Abyss, iblis yang tubuhnya berselimut bayangan pekat.

 

Pertemuan mereka bukanlah takdir; itu adalah ketidaksengajaan yang tidak bisa dimaafkan, atau mungkin sebuah keajaiban yang tak terduga.

 

“Kau seharusnya tidak ada di sini,” suara Abyss parau, penuh dengan bara kebencian yang seolah tertanam dalam jiwanya.

 

Nyala tidak menjawab. Matanya yang jernih seperti danau tak berujung hanya menatap Abyss dengan ketenangan yang menyakitkan. Dia tidak takut, meskipun neraka ini tempat Abyss berkuasa, dipenuhi teriakan putus asa dari jiwa-jiwa yang hilang.

 

“Aku mencari sesuatu,” katanya akhirnya, suaranya lembut namun menggema di seluruh kehampaan.

 

Abyss menyeringai, menunjukkan taring yang tajam. “Apa yang bisa dicari malaikat di neraka? Penebusan atau mungkin pelajaran?”

 

Nyala menggeleng pelan. “Aku mencari jawaban. Mengapa kita harus berbeda? Mengapa cinta tidak bisa tumbuh di antara kegelapan dan terang?”

 

Pertanyaan itu menusuk Abyss, meskipun ia tak ingin mengakuinya. Cinta? Sebuah kata yang hampir asing baginya.

 

Namun ada sesuatu tentang Nyala, kesuciannya, ketulusannya yang membuat Abyss merasa hidup untuk pertama kalinya dalam ribuan tahun keberadaannya yang hampa.

 

Hari-hari berlalu, dan keduanya mulai berbicara. Mereka berbagi kisah tentang dunia masing-masing. 


Nyala bercerita tentang taman surgawi yang penuh bunga abadi, tempat harmoni mengalir seperti sungai yang tenang. Abyss, di sisi lain menggambarkan neraka sebagai tempat di mana penderitaan adalah bahasa sehari-hari.

 

Anehnya, mereka tidak saling menghakimi. Sebaliknya, mereka mendengarkan, mencoba memahami dunia yang begitu berlawanan.

 

“Bagaimana rasanya mencintai?” tanya Abyss suatu hari.

 

Nyala tersenyum, senyum yang seperti cahaya bulan menembus kegelapan. “Cinta adalah ketika kau rela memberikan bagian dari dirimu, meskipun itu berarti kehilangan segalanya. Itu bukan tentang mengambil, tetapi memberi tanpa harap.”

 

Kata-kata itu membuat Abyss terdiam lama. Dalam hatinya yang kelam, sesuatu yang hangat mulai tumbuh. Itu bukan sekadar rasa ingin tahu; itu adalah rasa yang tidak ia pahami, tetapi ia tahu itu nyata.

 

Namun, dunia mereka tidak pernah dirancang untuk menyatu. Para malaikat memandang Nyala dengan curiga, bertanya mengapa dia begitu sering hilang dari surga. Sementara itu, para iblis mulai berbisik tentang pengkhianatan yang dilakukan Abyss.

 

Ketika rahasia mereka terungkap, neraka dan surga sepakat bahwa hubungan ini adalah ancaman. Sebuah keputusan pun dibuat: Abyss harus dihukum, dan Nyala harus dipulihkan ke kesucian aslinya.

 

Pada malam keputusan itu, Nyala dan Abyss bertemu untuk terakhir kalinya. Mereka tahu ini adalah akhir, tetapi mereka tidak menangis. Tidak ada air mata yang cukup untuk melukiskan rasa sakit itu.

 

“Jika aku harus kembali ke surga tanpa ingatan tentangmu, maka biarlah aku mengingatmu untuk terakhir kali di sini,” kata Nyala

 

Abyss memeluknya, sesuatu yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Kegelapan dan cahaya bersatu, menciptakan warna yang belum pernah ada.

 

“Jika aku harus dibakar dalam api neraka selamanya karena mencintaimu, maka biarlah api itu mengingatkan aku bahwa aku pernah hidup untuk sesaat.”

 

Mereka berciuman di bawah langit yang terbelah, antara terang dan gelap. Itu bukan ciuman yang penuh gairah; itu adalah ciuman perpisahan, ciuman pengorbanan.

 

Saat mereka berpisah, dunia terasa lebih sunyi. Nyala diambil kembali ke surga, di mana semua kenangan tentang Abyss dihapus, sementara Abyss dilempar ke jurang neraka yang paling dalam, dihukum untuk merasakan setiap detik kehilangan.

 

Tetapi bahkan setelah berabad-abad, di tempat di mana surga dan neraka bertemu, ada sebuah taman kecil yang tumbuh. Bunga-bunga di sana tidak pernah layu, meskipun disiram oleh air mata dari langit dan api dari bawah.

 

Mereka mengatakan bahwa itu adalah cinta Nyala dan Abyss, yang tidak pernah benar-benar hilang.

 

Di malam-malam tertentu, kau bisa mendengar dua suara: satu lembut seperti angin, satu berat seperti guntur. Mereka saling memanggil, membuktikan bahwa cinta sejati tidak pernah benar-benar mati.

Lebih baru Lebih lama