Langit mendung menggantung di atas kota yang terlupakan, bangunan-bangunan reyot berderet di sepanjang jalanan berdebu. Orang-orang di dalamnya? Mereka hanya bayangan, sibuk dengan ketakutan yang merambat di sepanjang hari. Ketika derap kuda terdengar mendekat, semua tahu—Koboi dari Neraka telah datang.
Ia tak pernah disebut namanya, tak perlu. Dengan mantel panjang berkibar, topi lebar menutupi mata yang tajam, ia menyatu dengan suasana kota ini—keras, dingin, dan penuh misteri. Kuda coklat berdebu yang dikendarainya tampak lelah, tetapi siapa peduli? Misinya tak butuh belas kasihan.
Langkahnya menghentak tanah. Pintu bar di sisi kiri jalan berderit terbuka sedikit, menyisakan tatapan takut di balik kegelapan. Semua sudah tahu, siapa pun yang berani menatap mata pria ini tak akan pernah kembali sama.
"Ini hari terakhir," gumam seorang lelaki tua di sudut jalan, suaranya parau seperti telah terlalu lama berteriak pada dunia yang tak mendengarkan.
Pria berkuda itu hanya melanjutkan perjalanannya, tak ada yang bisa menghentikannya. Di depan, seorang pria dengan senapan tergeletak di pangkuan mencoba bangkit, mencoba menantangnya.
Tapi satu tembakan memecah kesunyian. Denting peluru menggema, dan si penantang jatuh sebelum sempat mengeluarkan sepatah kata.
Waktu seperti berhenti. Semua orang tahu aturan tak tertulis di kota ini: Kau hidup cukup lama untuk menyaksikan mimpi buruk. Koboi dari Neraka bukan hanya legenda, ia adalah kehancuran yang berjalan.
Setiap tempat yang ia lewati akan berakhir dalam kehancuran—ini bukan soal siapa yang salah atau benar, ini soal pertarungan jiwa.
Tak jauh dari sana, seorang anak kecil dengan wajah lusuh berdiri di balik jendela toko kayu. Matanya penuh ketakutan dan rasa penasaran. Ia tak pernah melihat pria itu dari dekat sebelumnya, hanya mendengar cerita dari orang-orang tua di sekitar.
Tapi hari ini, ia melihat langsung—sebuah kekuatan yang tak tertandingi, aura yang mematikan. Namun, di balik ketakutannya, ada harapan kecil yang terselip. Harapan bahwa suatu saat, ia bisa menjadi sekuat itu.
Koboi itu berhenti di tengah kota. Angin kencang menerbangkan debu-debu kering, sementara cahaya matahari sore menyelinap di antara celah-celah bangunan.
"Siapa berikutnya?" suaranya serak, tetapi cukup keras untuk menggema di seluruh kota.
Tak ada jawaban, kecuali bisikan angin yang membawa ketakutan. Siapa yang berani menghadapi Koboi dari Neraka? Kota ini sudah menyerah lama sebelum pria itu tiba. Mereka tahu bahwa perlawanan hanya akan berakhir dalam kekalahan.
Tapi tiba-tiba, dari kejauhan, suara langkah kaki terdengar. Seorang pria muda muncul dari balik bangunan yang hampir roboh.
Dengan topi koboi usang di kepalanya, dia maju dengan langkah pasti. Matanya menatap lurus, tanpa rasa takut, meski semua orang di sekitarnya sudah gemetar.
Koboi dari Neraka mengangkat alisnya, tertarik oleh keberanian yang ditunjukkan pria muda itu.
"Kau ingin menantangku?" tanyanya dengan nada rendah.
"Ini bukan tentang tantangan, ini tentang menyingkirkan ketakutan," jawab si pemuda.
Kota yang dulunya sunyi berubah menjadi medan pertempuran psikologis antara dua pria. Semua mata tertuju pada mereka, napas tertahan, jantung berdetak kencang.
Pertarungan ini lebih dari sekadar adu tembak; ini tentang masa depan, tentang mengubah arah takdir kota yang telah terlalu lama terjebak dalam bayang-bayang kegelapan.
Ketika pistol terakhir kali ditembakkan, tak ada yang menyangka siapa yang akan menang. Tapi satu hal pasti—hari itu, Koboi dari Neraka akhirnya menemukan tandingannya.
Kota ini, yang dulunya hanya seonggok reruntuhan dengan jiwa-jiwa yang hilang, kini memiliki harapan baru.