Setiap malam, bayangan mereka muncul. Bukan hanya satu, tapi semua. Setiap perempuan yang pernah singgah dalam hidupku, kini menghantui mimpi-mimpiku. Mereka berdiri, diam, tersenyum tipis seolah meminta sesuatu. Aku tak tahu apa, tapi yang jelas, kehadiran mereka menggelisahkanku.
Aku mencoba mengabaikan perasaan ini, tapi rasanya seperti ada ruang yang tak pernah terisi penuh dalam hatiku. Dari setiap kisah cinta yang pernah aku jalani, selalu ada potongan kenangan yang tertinggal. Di setiap foto yang tergantung di dinding, aku melihat wajah-wajah itu — wajah-wajah yang dulu aku cintai.
Kenapa mereka kembali? Apa yang mereka inginkan dariku?
Aku berdiri di depan dinding penuh foto-foto lama itu, berusaha mencari jawaban. Setiap hubungan memiliki momennya masing-masing — ada yang indah, ada yang penuh luka.
Beberapa perpisahan menyakitkan, sementara yang lain terasa ringan, seolah tak berarti. Namun, setiap perempuan di sana pernah menjadi bagian dari hidupku, dan mungkin, akulah yang belum sepenuhnya move on.
Siapa yang paling sering muncul dalam mimpi? Aku tak bisa mengingat dengan pasti. Kadang wajah mereka berbaur, membuatku semakin bingung. Apakah aku masih mencintai mereka? Atau hanya terjebak dalam nostalgia masa lalu yang tak kunjung lepas?
Malam ini, aku memutuskan untuk membongkar kembali kotak kenangan. Di dalamnya, ada tiket konser yang pernah kami datangi bersama, kartu-kartu ucapan ulang tahun, dan surat-surat cinta yang kini mulai menguning. Setiap detail kecil membawa kembali kenangan yang pernah kupikir sudah terkubur dalam-dalam.
Namun, ada satu surat yang membuatku terdiam. Itu bukan surat dari salah satu mantan pacarku, melainkan surat yang aku tulis untuk diriku sendiri — sebuah refleksi dari hubunganku dengan mereka semua. Di sana tertulis, "Apa yang kau cari, selalu ada di depan mata. Namun, kau terlalu sibuk melihat ke belakang."
Mungkin inilah jawabannya. Aku terus-menerus mencari cinta yang sempurna, tapi dalam prosesnya, aku justru mengulang kesalahan yang sama.
Mungkin mereka yang muncul dalam mimpiku hanya cerminan dari diriku sendiri — bayanganku yang belum siap melepaskan.
Aku menatap foto-foto itu lagi. Bukan untuk meratapi apa yang hilang, tetapi untuk belajar dari masa lalu. Setiap perempuan di sana adalah bagian dari perjalanan yang membentuk diriku hari ini.
Aku pernah mencintai mereka, dan dalam cara mereka masing-masing, mereka juga pernah mencintaiku. Namun, aku tak bisa terus hidup dalam bayang-bayang kenangan.
Esok hari, mungkin aku akan melepas beberapa foto itu. Bukan untuk melupakan, tapi untuk memberi ruang bagi sesuatu yang baru. Mimpi-mimpi itu, mungkin, adalah tanda bahwa sudah waktunya untuk bergerak maju.
Aku menghela napas panjang dan meletakkan surat itu kembali ke dalam kotak. Hidup adalah tentang menerima, melepaskan, dan terus berjalan.
Siapa tahu, mungkin di masa depan, ada cinta baru yang menunggu di luar sana. Cinta yang tak perlu dibayang-bayangi oleh masa lalu.