Senja Teduh di Pedesaan

senja teduh

Mentari mulai condong ke barat, memancarkan cahaya jingga yang lembut ke persawahan yang membentang luas. Angin sore bertiup sepoi-sepoi, membelai dedaunan pohon mangga di samping gubuk reyot milik Pak Sardi. Di beranda gubuk itu, seorang perempuan tua renta tengah duduk di kursi goyang, wajahnya yang keriput dihiasi senyum damai. Namanya Mbok Sari, istri Pak Sardi.

Mbok Sari tengah menikmati secangkir teh hangat buatan Pak Sardi. Teh itu terasa lebih nikmat karena ditemani pemandangan senja yang memesona. Hamparan sawah yang tadinya hijau segar berubah menjadi permadani perpaduan warna kuning keemasan dan jingga yang mempesona. Sesekali, terlihat burung-burung pulang ke sarang, siluet mereka menari-nari di langit senja.

Bagi Mbok Sari, senja di pedesaan adalah waktu favoritnya. Ketenangan alam membawanya pada kedamaian batin. Suara jangkrik mulai bersahutan, menambah syahdu suasana senja.

Tak lama kemudian, Pak Sardi keluar dari gubuk, membawa dua kursi tambahan. Ia meletakkan kursi itu di samping Mbok Sari, lalu duduk sambil mengelus tangan istrinya. Mereka berdua duduk berdampingan dalam diam, menikmati keindahan senja yang mempesona.

Bagi Mbok Sari dan Pak Sardi, tak perlu banyak bicara untuk mengungkapkan kasih sayang. Mereka sudah puluhan tahun hidup bersama, melewati suka dan duka bahu-membahu. Tatapan mata mereka yang keriput sudah cukup untuk berbicara banyak hal.

"Senja ini indah sekali, ya, Pak?" kata Mbok Sari akhirnya, suaranya lembut bagaikan gemericik air.

Pak Sardi mengangguk pelan. "Iya, Bu. Memang selalu indah," jawabnya.

Mereka berdua terdiam lagi, namun keheningan itu terasa nyaman. Bagi mereka, kebersamaan dalam keheningan di bawah langit senja yang teduh ini adalah kebahagiaan yang sederhana namun hakiki.

Mbok Sari dan Pak Sardi tinggal berdua di pedesaan ini setelah anak-anak mereka merantau ke kota. Meski sepi, mereka tidak pernah merasa kesepian. Mereka memiliki sawah yang mereka urusi bersama, serta pemandangan alam yang selalu setia menemani hari-hari mereka.

Matahari semakin terbenam, langit berubah menjadi gradasi warna ungu dan jingga yang memukau. Mbok Sari menghela napas pelan, hatinya penuh rasa syukur. Ia bersyukur bisa hidup damai di pedesaan bersama suami tercinta, dikelilingi oleh alam yang asri.

Pak Sardi melirik ke arah istrinya, lalu berkata, "Bu, besok kita panen padi ya?"

Mbok Sari tersenyum. "Iya, Pak. Semoga panen kita melimpah tahun ini."

Mereka berdua pun beranjak dari kursi goyang. Mbok Sari masuk ke dalam gubuk untuk menyiapkan makan malam, sementara Pak Sardi membereskan kursi-kursi. Senja perlahan berlalu, digantikan oleh malam yang tenang. Namun, kehangatan cinta Mbok Sari dan Pak Sardi tetap bersinar, seperti cahaya bintang-bintang yang mulai menghiasi langit malam.

Hidup di pedesaan memang sederhana, namun bagi Mbok Sari dan Pak Sardi, kesederhanaan itu justru yang membuat mereka bahagia. Mereka memiliki cinta sejati, kesehatan, dan dikelilingi oleh keindahan alam. Bukankah itu sudah cukup?

image source

Lebih baru Lebih lama