Asmara menerobos gurun pasir yang gersang, matahari yang tidak kenal ampun membakar helmnya yang sudah penuh goresan. Pakaian kulitnya yang hitam legam, meski lusuh, tak bisa menyembunyikan siluet berotot dibaliknya. Rantai sebesar lengannya terhunus dengan mantap di tangan kanan, mengeluarkan dengungan halus yang mengintimidasi.
Di kejauhan, terlihat gumpalan asap hitam membumbung tinggi, menandakan permukiman yang sedang dijarah. Asmara menarik napas panjang. "Dasar Hyena," gerutunya. Hyena, perompak keji yang kerap menebar teror di gurun ini, tak akan pernah kapok.
Menancap gas motornya yang sudah dimodifikasi, Asmara melesat menuju sumber asap. Bentang alam post-apokaliptik terhampar di hadapannya. Bangunan-bangunan hancur berlubang menganga seperti bekas gigi raksasa, sisa-sisa kendaraan berkarat berserakan di jalanan berdebu. Ini adalah dunianya sekarang, dunia yang mengharuskannya untuk menjadi kuat.
Mendekati lokasi, teriakan histeris warga sipil menusuk gendang telinganya. Asmara melompat turun dari motornya, rantai raksasa di tangannya berputar mengeluarkan percikan api. Lima Hyena, bertubuh kekar dengan tato mengerikan, sedang mengacak-acak pemukiman tersebut.
Pemimpin Hyena, pria berbadan besar dengan sabit bergerigi di tangan, menyeringai melihat Asmara. "Wah, lihat siapa yang datang. Si 'Pembelah Baja'," ucapnya sinis.
Asmara tak membuang waktu. Dengan hentakan kuat, ia menerjang ke arah Hyena itu. Rantai raksasa di tangannya menebas dengan kecepatan kilat. Hyena itu terkejut. Sabitnya tersingkirkan dengan mudah, terbelah menjadi dua bagian.
"Tidak mungkin!" teriaknya tak percaya.
Hyena yang lain baru tersadar. Mereka berteriak histeris dan menyerang Asmara secara membabi buta. Asmara bergerak lincah, rantai raksasa menari mematikan. Dentingan logam beradu menggema di udara gersang. Satu per satu Hyena tersebut tumbang, takluk di bawah keterampilan bertarung Asmara yang tak kenal ampun.
Pemimpin Hyena yang tersisa gemetar ketakutan. Ia menjatuhkan diri berlutut di hadapan Asmara. "Ampun, Pembelah Baja! Ampun!"
Asmara menatapnya dengan tatapan dingin. "Kalian pikir bisa seenaknya merampok warga sipil? Kalian bukan penguasa gurun ini!"
Hyena itu terus memohon ampun, tapi Asmara tak bergeming. Rantai raksasa di tangannya terangkat tinggi. Hyena itu memejamkan mata pasrah.
Namun, serangan itu tak kunjung datang. Asmara menurunkan rantainya perlahan.
"Kembali ke markas kalian," perintah Asmara tegas. "Sampaikan pada pemimpin kalian, gurun ini punya pelindung."
Hyena itu mengangguk cepat, lalu berlari terbirit-birit meninggalkan kawanannya yang sudah tak berdaya. Asmara menghela napas. Ia tahu, para Hyena ini pasti akan kembali. Tapi selama dia ada, para perampok itu takkan bisa seenaknya mengganggu para penyintas.
Para warga sipil yang tadi ketakutan kini mendekatinya, sorak sorai dan ucapan terima kasih bergema. Asmara hanya mengangguk singkat. Dia tahu, tugasnya belum selesai. Masih banyak yang harus dia lindungi di gurun yang luas dan keras ini.