Akhir Kutukan di Raven's Peak

Akhir Kutukan di Raven's Peak


Bayangan sosok berjubah hitam itu terus bergerak menyusuri jalan berbatu di Raven's Peak. Cahaya bulan purnama memancarkan sinar pucatnya, memantul di atas batu-batu jalan yang basah oleh embun malam. Angin dingin berhembus, menghempaskan daun-daun kering yang berderak-derak, seolah-olah mereka berbisik tentang rahasia kelam desa itu.

Raven's Peak adalah desa yang terkenal dengan sejarahnya yang misterius. Konon, di tempat ini pernah terjadi tragedi besar yang membuat desa tersebut dihantui oleh roh-roh penasaran. Penduduk desa jarang berbicara tentang kejadian itu, seakan-akan menyebutnya bisa menghidupkan kembali kutukan lama.

Langkah kaki sosok berjubah hitam itu terhenti di depan sebuah rumah tua yang terlihat kumuh dan terlantar. Pintu kayunya yang retak dan berderit tampak seakan-akan menunggu untuk dihadapkan kembali dengan sejarahnya yang suram. Sosok itu mengangkat tangannya yang bersarung tangan, mengetuk pintu dengan suara yang nyaris tidak terdengar di tengah keheningan malam.

Setelah beberapa detik, pintu itu terbuka perlahan, memperlihatkan seorang lelaki tua dengan wajah penuh kerut. Matanya yang tajam menatap sosok berjubah hitam itu dengan curiga. 

"Apa yang kau inginkan di sini, di tengah malam?" tanya lelaki tua itu dengan suara serak.

Sosok berjubah hitam itu tidak langsung menjawab. Ia mengeluarkan gulungan kertas dari dalam jubahnya dan memberikannya kepada lelaki tua itu. 

Lelaki tua itu membuka gulungan kertas tersebut dan matanya melebar saat membacanya. 

"Jadi, kau datang untuk mencari kebenaran tentang kutukan Raven's Peak?" tanyanya dengan nada yang lebih tenang, namun masih menyimpan kekhawatiran.

Sosok berjubah hitam itu mengangguk perlahan. 

"Aku butuh jawaban. Kutukan ini harus dihentikan," suaranya dalam dan tenang.

Lelaki tua itu menghela napas panjang. "Masuklah, kita bicarakan di dalam."

Di dalam rumah tua itu, bau lembab dan aroma kayu terbakar memenuhi udara. Lelaki tua itu menyalakan lentera dan mengarahkannya ke meja kayu di tengah ruangan. Mereka duduk berhadapan, dan lelaki tua itu mulai bercerita.

"Dulu, desa ini adalah tempat yang damai. Hingga suatu hari, seorang wanita bernama Elara dituduh melakukan sihir hitam. Tanpa bukti, penduduk desa membakarnya hidup-hidup di tengah alun-alun. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Elara mengutuk desa ini. 

'Roh-roh pendendam akan kembali,' katanya. 

Dan sejak itu, setiap malam purnama, desa ini dihantui oleh kejadian-kejadian aneh."

Sosok berjubah hitam itu mendengarkan dengan seksama. 

"Lalu, bagaimana cara menghentikan kutukan ini?"

Lelaki tua itu menggeleng. "Tidak ada yang tahu pasti. Namun, ada legenda yang mengatakan bahwa roh Elara hanya bisa tenang jika keturunannya datang dan memaafkan penduduk desa."

Sosok berjubah hitam itu terdiam sejenak, kemudian membuka jubahnya, memperlihatkan wajah seorang wanita muda. 

"Aku adalah keturunan Elara. Aku datang untuk mengakhiri kutukan ini."

Lelaki tua itu terkejut, namun segera menyadari bahwa ini adalah kesempatan untuk menebus kesalahan leluhurnya. Mereka berdua menuju alun-alun desa, tempat di mana Elara dieksekusi.

Di sana, wanita muda itu menutup matanya dan mulai berdoa. Angin malam semakin kencang, dan suara gemuruh terdengar di kejauhan. Tiba-tiba, sesosok bayangan muncul di hadapan mereka. Itu adalah roh Elara. 

Wanita muda itu membuka matanya dan dengan suara penuh emosi berkata, "Nenek Elara, aku memaafkan mereka. Biarkan rohmu tenang dan desa ini bebas dari kutukan."

Roh Elara tersenyum dan perlahan-lahan menghilang. Angin malam mereda, dan keheningan kembali menyelimuti desa.

Ketika mereka kembali ke rumah tua itu, lelaki tua tersebut menatap wanita muda itu dengan rasa terima kasih yang mendalam. Namun, sebelum ia sempat berbicara, wanita muda itu menghilang dalam sekejap, seolah-olah ia adalah bayangan yang ditiup angin.

 Lelaki tua itu tertegun, menyadari bahwa wanita itu mungkin bukan manusia, melainkan roh pendendam yang kembali untuk menuntaskan misinya dan membawa kedamaian bagi Raven's Peak.

Dengan perasaan campur aduk, lelaki tua itu menatap langit malam yang kembali tenang, berharap bahwa desa ini akhirnya bisa menemukan kedamaiannya.

Lebih baru Lebih lama