Kami tidak pernah berbicara tentang sosok yang berdiri di belakang kami pada hari itu. Bahkan hingga saat ini, bertahun-tahun kemudian, keluarga kami tetap diam. Semua orang di desa sepertinya melupakan kejadian itu begitu saja. Namun, dalam hati kami masing-masing, kami tahu bahwa sesuatu yang aneh terjadi.
Hari itu, kami baru saja berfoto di depan rumah, seperti yang biasa kami lakukan setiap tahun. Langit mendung, dan angin bertiup pelan seolah-olah menunggu sesuatu. Rasanya tidak seperti hari-hari biasa, kami tak memikirkan hal itu lebih jauh.
Kami hanya duduk di bangku kayu dengan ekspresi serius, seperti yang diminta oleh ayah. Tidak ada yang tertawa, tidak ada yang berbicara. Hanya keheningan.
Saat foto itu selesai diambil, semua orang kembali ke rutinitas masing-masing. Aku sempat melirik hasilnya di kamera. Dan di situlah, di pojok belakang, muncul sosok yang tidak kami kenal. Hitam, tinggi, dan tanpa wajah. Berdiri dengan kaku, seolah mengawasi kami dari kejauhan. Aku tak mengatakan apa-apa, tapi hatiku berdetak lebih cepat.
Sepanjang hari itu, suasana rumah berubah. Angin yang sebelumnya tenang tiba-tiba berhenti, meninggalkan keheningan yang terasa berat. Setiap kali aku melangkah, lantai kayu rumah berderit lebih keras dari biasanya.
Ayah duduk di ruang tamu, tak banyak bicara, hanya menatap ke luar jendela dengan tatapan kosong. Wajahnya yang biasanya tegar kini tampak gelisah. Sesekali, matanya melirik ke arah ladang, seolah-olah mencari sesuatu di antara rerumputan tinggi.
Aku tidak tahan lagi. Malam itu, setelah makan malam, aku mengambil kamera lagi, memeriksa foto tersebut dengan seksama. Sosok hitam itu benar-benar ada.
Saat aku meneliti lebih lanjut, aku menyadari ada yang aneh. Meskipun sosok itu berdiri di tempat yang jelas, bayangannya tidak terlihat di tanah. Tidak ada refleksi. Sosok itu seperti tidak berasal dari dunia yang sama.
Aku menunjukkan foto itu kepada kakakku. Dia terdiam sejenak, lalu menggeleng. "Kita tidak boleh membicarakannya," katanya singkat.
Matanya penuh ketakutan, tapi dia tetap menjaga suaranya agar tidak terdengar oleh orang lain.
Setiap malam sejak kejadian itu, ada perasaan aneh di rumah. Seperti ada yang mengawasi kami. Tidak ada suara yang benar-benar keras, tetapi setiap kali lampu padam, udara terasa lebih dingin.
Bahkan ayah, yang biasanya tak tergoyahkan, mulai menutup pintu lebih cepat, memastikan semua jendela terkunci sebelum malam tiba.
Ada bisikan di desa tentang sosok penjaga, makhluk yang muncul di saat-saat tertentu, ketika seseorang sedang dihadapkan pada pilihan sulit atau keputusan penting.
Suatu malam, ayah keluar rumah tanpa sepatah kata. Kami hanya bisa melihatnya dari balik jendela, berjalan perlahan menuju ladang. Kami ingin bertanya apa yang sedang ia lakukan, tapi sesuatu dalam diri kami menahan langkah.
Kakakku memegang tanganku, seolah-olah tahu aku ingin mengikuti. "Biar dia sendiri," bisiknya.
Ayah berdiri di tengah ladang, hanya berjarak beberapa meter dari tempat sosok hitam itu muncul dalam foto. Dia berdiam diri di sana untuk waktu yang lama, seolah-olah menunggu sesuatu.
Saat angin mulai bertiup lagi, aku melihat gerakan samar dari pinggiran ladang. Bayangan itu muncul kembali, berdiri tidak jauh dari ayah. Tubuhku membeku. Apakah sosok itu datang untuk memberikan jawaban atau hanya untuk mengawasi?
Esok paginya, ayah kembali seperti biasa tanpa mengatakan apa-apa. Tapi sikapnya berubah. Dia lebih tenang, lebih banyak tersenyum. Seolah-olah percakapannya malam itu dengan sosok yang tak kasat mata, memberikan kelegaan.
Kami tidak pernah tahu apa yang ia lihat atau bicarakan, tapi yang jelas, sejak saat itu, sosok hitam itu tidak pernah muncul lagi dalam hidup kami.
Mungkin itu hanya imajinasi kami, atau mungkin ada kekuatan yang tak terlihat sedang melindungi atau menguji kami. Namun sampai hari ini, tak satu pun dari kami berani menanyakan lebih jauh. Sosok itu tetap menjadi misteri yang disimpan rapat-rapat dalam keluarga.