Cinta dan Seni Mengikhlaskan Waktu

woman sitting alone on a park bench at dusk, looking thoughtful and a bit melancholic.

Karla duduk di bangku taman, membiarkan angin senja yang sejuk mengelus wajahnya. Langit mulai berwarna oranye keunguan, tanda bahwa hari hampir berakhir. 

Di tangannya ada sebuah foto lama, usang oleh waktu, yang membuat hatinya kembali berat. Foto itu menggambarkan senyum seseorang yang dulu sangat dekat dengannya, namun kini terasa begitu jauh. Seperti cinta yang telah lama pergi tanpa kabar, meninggalkan ruang kosong yang sulit diisi.

Di benaknya, suara mamanya kembali terngiang, seperti mantera yang menenangkan. "Kamu harus sabar, Nak. Cinta itu tak datang begitu saja." 

Kalimat yang sama ia dengar berulang kali saat ia merasa frustasi dengan perjalanan cintanya. Mama selalu berkata bahwa cinta adalah sebuah permainan, sebuah pertukaran yang memerlukan waktu dan kesabaran. 

Karla yang sering terjebak dalam keraguan dan kekosongan, tahu itu namun tetap saja rasanya seperti waktu berjalan begitu lambat.

Beberapa tahun terakhir, ia berusaha mencari seseorang yang bisa mengisi hati dan hidupnya. Tapi tak ada yang benar-benar berhasil membuatnya merasa lengkap. Pencariannya seolah mengalir tanpa arah, seperti sungai yang mencari laut tanpa pernah sampai. 

Banyak yang datang dan pergi, beberapa memberi kebahagiaan sementara, tetapi tetap saja, ada sesuatu yang hilang. Mungkin karena ia masih menunggu seseorang yang bisa mengerti betul siapa dirinya.

Ia menghela napas panjang, memandangi langit yang mulai gelap. "Bagaimana lama lagi aku harus menunggu?" gumamnya pelan. 

Kadang, ia merasa sudah terlalu lama menunggu, hingga rasa sepi mulai menggerogoti. Hati yang kosong dan pikirannya yang tak pernah benar-benar tenang. 

Tetapi, di tengah rasa putus asa itu, mama selalu hadir dalam pikirannya. "Sabar, kamu akan temukan orang yang tepat," kata mama. 

Mungkin memang benar, seperti yang mama bilang. Cinta memang tidak bisa dipaksakan.

Karla menatap foto itu lebih lama. Ada kenangan di balik senyum itu, kenangan yang mengajarkannya banyak hal tentang kehidupan dan cinta. 

Ia tahu, untuk bisa mencintai dengan sepenuh hati, ia harus lebih dulu mencintai dirinya sendiri. Ia harus belajar untuk menerima kesendirian sebagai bagian dari perjalanan hidup yang tak terhindarkan. 

"Aku akan baik-baik saja," pikirnya, walau masih ada rasa takut yang menggerogoti di dalam.

Waktu terus berlalu, dan meskipun hari itu ia merasa sedikit lebih baik, Karla tahu bahwa perjalanan ini masih panjang. Terkadang, apa yang paling kita inginkan memang membutuhkan kesabaran yang lebih dari yang kita bayangkan. 

Karla menatap langit yang kini dipenuhi bintang-bintang. Di sana, di antara titik-titik cahaya itu, ia menemukan secercah harapan.

Bukan cinta yang datang cepat, tetapi waktu yang perlahan mengajarkan bahwa segala sesuatu akan datang pada saat yang tepat. Karla kembali tersenyum samar, karena ia tahu cinta itu tak bisa dipaksakan. Ia harus menunggu, seperti yang mama ajarkan.

Lebih baru Lebih lama