Terjebak dalam kesunyian malam, aku memandangi langit berbintang yang sama seperti hari-hari sebelumnya, tapi malam ini terasa berbeda. Angin seakan membawa bisikan yang pernah aku abaikan, peringatan samar yang dulu kupikir hanya suara hampa di kejauhan.
Dirimu datang seperti malaikat bersinar, menyelamatkanku saat aku terjatuh dalam keputusasaan. Aku memandangmu dengan penuh keyakinan, buta oleh keyakinan yang akhirnya justru mengarahkanku ke jurang kebingungan.
Tapi sekarang aku melihatnya dengan jelas. Kamu tidak datang sebagai penyelamat, bukan sosok yang menyembuhkan luka-luka yang menganga di hatiku. Kamu adalah bayangan yang bersembunyi di balik kilauan cahaya, dengan niat yang gelap dan terselubung.
Senyummu yang dulu terasa seperti penghiburan, kini terasa seperti ironi tajam yang memotong jauh lebih dalam dari apa yang bisa kulihat. Waktu itu, aku tak bisa mendengar bisikan peringatan. Mereka begitu jelas sekarang.
"Kamu menunjukkan mimpi-mimpi yang indah. Tapi semua itu tak lebih dari tipuan," gumamku pada bintang-bintang yang bersinar terang.
Kamu membuatku percaya bahwa kita bisa mencapai sesuatu yang nyata, sesuatu yang lebih dari sekadar angan-angan. Tapi seiring berjalannya waktu, semua ilusi itu mulai retak.
Aku ingin percaya bahwa apa yang kamu tunjukkan adalah masa depan yang bisa kita bangun bersama. Tapi semakin lama aku mulai merasakan kegelapan di balik setiap langkahmu. Kamu mengambil hatiku tanpa ragu, seperti pencuri yang dengan tenang merampok perhiasan paling berharga di ruangan tanpa satu suara pun.
Aku teringat senyum itu lagi. Senyum yang dulu memberi harapan, namun kini terasa seperti tawa dingin dari seseorang yang dengan sengaja menghancurkan orang lainnya.
Sejak awal, niatmu selalu untuk mengkhianati, untuk menjeratku dalam rasa aman yang palsu. Ketika aku mencoba memulihkan diri dari mimpi yang kamu bangun, kenyataan menghantam lebih keras dari yang pernah kubayangkan.
Sekarang aku hanya bertanya satu hal, kenapa? Apa alasan di balik niat jahatmu? Mengapa kau memilih jalan ini, ketika kamu bisa memilih yang lain? Apa yang terjadi dalam hidupmu sehingga kamu merasa perlu menginjak mimpi dan harapan orang lain?
Dunia mungkin telah mengecewakanmu, tapi itu tidak memberi alasan untuk melukai orang lain. Aku mencoba mencari jawabannya, tapi yang kutemukan hanyalah kegelapan yang lebih dalam lagi.
"Mungkin kamu hanyalah malaikat yang jatuh, tersesat dalam dunia yang tidak memberimu jawaban," kataku pada diriku sendiri.
Aku masih ingat janji-janji itu, janji untuk tetap bersama, untuk saling melindungi dari segala yang buruk. Tapi janji itu hancur seperti kaca yang pecah berkeping-keping. Setiap fragmen memantulkan kebohongan yang dulu begitu sulit untuk kupercayai.
Senja mulai turun, menggantikan bintang-bintang dengan kilauan lembut di ufuk barat. Akhir ini seharusnya sudah bisa kulihat dari jauh. Namun, ketika kamu terlibat begitu dalam, ketika kamu benar-benar percaya bahwa orang yang kamu hadapi adalah malaikat, kamu menjadi buta oleh cahayanya sendiri. Tapi kini aku tidak lagi buta. Aku tahu siapa kamu sebenarnya, dan itu sudah cukup.
Bahkan jika semua mimpi yang kamu tunjukkan adalah kebohongan, setidaknya aku masih punya harapan. Harapan bahwa aku bisa berjalan sendiri, tanpa terjerat dalam ilusi dan janji palsu lagi.
Sekarang, aku tidak ingin mencari alasan lagi. Kita sudah sampai di ujung jalan, dan tak ada yang bisa diperbaiki.
Terima kasih malaikat yang jatuh. Karena dari kegelapanmu, aku akhirnya bisa melihat cahaya.